Jumat, 17 September 2010

Makalah / studi kasus : Strabucks Corporation (barrier)


STUDI KASUS : STARBUCKS CORPORATION

I.          Latar belakang Starbucks Corporation
Starbucks Corporation pada awalnya hanyalah merupakan perusahaan lokal berupa kedai kopi di kota Seattle. Dibuka pada tahun 1971 oleh Jerry Baldwin, Zev Siegel dan Gordon Bowker. Awalnya kedai kopi ini bernama Il Giornale dan dikelola oleh 3 orang ini sebagai salah satu kedai kopi biasa di kota Seattle. Howard Schultz bergabung dengan perusahaan ini pada tahun 1982. Pada tahun 1985, Howard berkunjung ke Italia dan terinspirasi untuk membuat inovasi terhadap kedai kopinya di Seattle. Howard memutuskan untuk membeli Il Giornale dari 3 pemilik aslinya dan merubah namanya menjadi Starbucks pada 1987.
Starbucks Cafe menjual kopi, minuman panas berbasis espresso, minuman dingin dan panas selain kopi ataupun variasi campuran antara minuman kopi dengan minuman lainnya baik panas maupun dingin dan makanan ringan. Dalam Perkembangannya Starbucks Cafe juga menjual merchandise seperti cangkir, mug, thumbler, toples, dst. Starbucks corporation juga mempunyai divisi Starbucks Entertainment yang memproduksi musik, buku dan film. Di Starbucks Cafe juga tersedia layanan WiFi bagi pelanggan yang ingin berinternet ria sambil menikmati secangkir kopi dan makanan ringan atau sambil mendengarkan CD dari para pemusik dan artis terkenal.
Berbagai macam layanan inilah yang dijual oleh Starbucks Cafe kepada para pelanggannya, tidak hanya sekedar minuman kopi, tapi sebuah experience dalam menikmati minuman kopi, inilah yg disebut dengan The Starbucks Experience oleh Joseph Michelli dalam bukunya yang berjudul sama. Inilah sebuah alasan mengapa harga minuman dan makanan di Starbucks Cafe dinilai overprice bagi orang awam yang bukan pelanggan Starbucks Cafe. Karena yang dijual bukanlah hanya minuman kopi dan makanan ringan tapi sebuah experience dalam menikmati minuman kopi dan makanan ringan dengan gaya yang cozy and comfortable.
Howard memutuskan untuk membuat jaringan Starbucks Cafe di AS. Sejak tahun 1987 pula jaringan Starbucks Cafe dibuka diluar Seattle, yaitu di Vancouver dan Chicago. Jaringan ini terus berkembang di AS dan pembukaan gerai-gerai baru begitu pesat sejak 1990, bahkan jaringan Starbucks Cafe begitu menggurita di AS dengan total 11,434 kedai di Amerika Utara. Jaringan Starbucks Cafe yang begitu menggurita di Amerika Utara mengalami saturasi dan tidak ada pilihan lain bagi Howard kecuali untuk expansi keluar Amerika. Starbucks Cafe pertama kali dibuka diluar Amerika di Tokyo pada 1996. Pada akhir Maret 2008 Starbucks Corporation memiliki total 16,226 Starbucks Cafe di 44 negara sebagai cabang, bukan franchise.
Starbucks Corporation bekerja sama dengan perusahaan lokal di negara tujuan yang ditunjuk resmi oleh Starbucks Corporation Pusat di Seattle. Di Indonesia, Starbucks Cafe dikelola oleh PT Mitra Adi Perkasa. Starbucks Corporation menutup penjualan di 2009 sebesar USD 9,779,100,000 dengan jumlah saham 745,100,000 lembar dan total karyawan 142,000 orang di seluruh dunia. Harga saham Starbucks Corporation di bursa Nasdaq ditutup dengan nilai USD 28.09 / lembar per 18 Juni 2010 lalu. Data dari www.corporateinformation.com ini menunjukkan kondisi Starbucks yang sehat.
Starbucks Corporation melaporkan bahwa laba perusahaan naik lebih dari delapan kali lipat pada kuartal kedua tahun 2010 saat pengunjung datang dan berbelanja lebih banyak. Usaha perusahaan yang menggenjot kinerja waralaba internasional dan meningkatkan penjualan dari kedai-kedai yang dimiliki sendiri membantu mengerek keuntungan menjadi USD 217.3 juta atau USD 0.28 per saham. Gambaran tersebut, untuk kuartal yang berakhir pada 28 Maret, termasuk potongan USD 0.01 per lembar saham. Dalam periode yang sama tahun sebelumnya, Starbucks hanya mampu menggaet USD 25 juta atau USD 0.03 per saham. Revenue meningkat 9 persen menjadi USD 2.53 miliar dari USD 2.33 miliar pada tahun 2009.
II.       Permasalahan yang dihadapi oleh Starbucks Corporation
Starbucks Corporation tumbuh menjadi besar seperti sekarang tidak lepas dari rintangan dan permasalahan yang menjadi constraint dan barrier bagi pertumbuhan perusahaan ini. Constraint awal diawali ketika Howard berinovasi untuk membuat jaringan Starbucks Cafe di Amerika. Awalnya permasalahan datang dari pihak lokal di Seattle ketika Starbucks Cafe ingin membuka beberapa cabangnya di kota seattle itu sendiri, penolakan-penolakan diberikan oleh cafe-cafe yang telah berdiri di Seattle sebelumnya dan ini merupakan barrier type pertama menurut teori Michael Porter yang dibahas dalam buku Managerial Economics and Business Strategy tulisan Michael R Baye, yaitu barrier dari sisi existing competitor. Di bagian studi kasus 1-1 pada buku International Marketing, Cateola, Gilly dan Graham menyebutkan bahwa penolakan-penolakan berupa kesulitan dalam mengakuisisi tanah dan bangunan strategis untuk Starbucks Cafe diberikan oleh para existing competitor di Seattle.
Pertumbuhan yang pesat dari Starbucks Corporation juga menghadapi permasalahan pasar yang jenuh di AS, dimana gerai Starbucks Cafe sudah begitu menjamur di AS. Pembukaan gerai baru justru akan menurunkan volume sales dari gerai Starbucks Cafe existing, sehingga terjadi kanibalisme di antara gerai-gerai Starbucks Cafe di AS dan ini harus dihindari.
Barriers juga diberikan oleh berbagai pihak ketika Howard memperluas strategi expansi Starbucks Cafe ke luar negeri. Di berbagai tempat di Amerika Serikat sejumlah gerai Starbucks telah menjadi sasaran serangan sejumlah pihak yang berpendapat bahwa perusahaan ini menjadi bagian dari homogenisasi kebudayaan Amerika dan arus globalisasi yang melanda dunia. Bentuk serangan berbeda-beda, dari corat-coret di dinding, penuangan lem pada kunci pintu dan jendela gerai untuk mempersulit orang masuk atau mengotori jendelanya, hingga pemasangan surat pemberitahuan dengan kop surat palsu Starbucks yang isinya mengumumkan dengan penuh penyesalan tentang ditutupnya ribuan gerai di seluruh dunia.
Barriers juga dialami Starbucks Corporation di negara-negara Asia dan Timur Tengah yang sensitif dengan isu AS, menjamurnya Starbucks Cafe di seluruh dunia dianggap sebagai imperialisme AS ke seluruh dunia. Economic barriers dari isu penolakan competitor berkembang menjadi politis dan berlandaskan alasan cultural. Begitu juga di eropa dimana budaya minum kopi sdh mengental sejak dulu dan jumlah cafe di daratan eropa yang sudah tidak terhitung lagi banyaknya, beberapa warga eropa tidak menganggap Starbucks Cafe sebagai tempat yang istimewa dan tidak jauh berbeda dengan cafe-cafe lainnya yang sudah ada sejak dulu di eropa.

III.    Strategi yang menjadi solusi dari permasalahan Starbucks Corporation
Howard Schultz menyadari sejak awal bahwa akan begitu banyak constraint dan barriers yang dia hadapi ketika pertama kali memutuskan untuk mengembangkan jaringan Starbucks Cafe di seluruh dunia. Mental yang kuat dan semangat juang yang tinggi dimiliki oleh CEO ini dan dua hal ini merupakan modal dasar yang kuat yang mendasari keberhasilannya. Howard mengetahui betul bahwa Starbucks Cafe tidak bisa muncul begitu saja dan mencuri perhatian publik tanpa adanya hal yang istimewa di cafenya. Apalagi melawan dominasi cafe-cafe yang telah ada di Seattle dan bahkan di eropa dan seluruh dunia. Oleh karena itu strategi differensiasi dipilih oleh Howard dalam  mengembangkan jaringan Starbucks Cafe.
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang bahwa Starbucks Cafe tidak hanya menjual minuman kopi tetapi sebuah experience dalam menikmati minuman kopi, inilah yang disebut The Starbucks Experience oleh Joseph Michelli dalam bukunya yang berjudul sama. Experience yang diberikan oleh Starbucks Cafe kepada para pelanggannya berbeda dengan cafe-cafe lainnya yang hanya menyuguhkan minuman kopi dan makanan ringan. Experience dalam minum kopi sambil menikmati musik, baca buku, berinternet ria, dst merupakan layanan yang ditawarkan Starbucks Cafe kepada para pelanggannya. Dan Howard memposisikan Starbucks Cafe sebagai The Third Place for Coffee selain di rumah dan di kantor. Starbucks mencoba untuk jujur dengan menyatakan bahwa mereka tidak berkompetisi dengan kopi yang disajikan di rumah yang mungkin merupakan ritual keluarga ataupun dengan kopi di tempat kerja.
Sehingga cukup jelas komunitas yang ingin diklarifikasi oleh Starbucks, yaitu kelompok sosial yang gemar berkumpul di luar kantor dan rumah.
Seperti yang disebutkan dalam teori winning the competitive advantage oleh Michael Porter dalam buku Strategic Cost Management tulisan Shank & Govindarajan, bahwa terdapat dua strategi untuk menciptakan keunggulan dalam rangka memenangkan kompetisi, yaitu cost leadership dan differensiasi. Jika cost leadership selalu mengedepankan kepada efisiensi biaya dan harga jual yang lebih murah dari existing competitor, maka Howard lebih memilih menggunakan strategi differensiasi dengan The Starbucks Experience sebagai senjata andalannya. Terbukti bahwa perkembangan Starbucks begitu pesat di seluruh dunia dengan The Starbucks Experience – nya, tidak hanya di AS namun juga di eropa dengan budaya minum kopinya yang classical dan conventional begitu juga di belahan penjuru dunia lainnya. Dengan The Starbucks Experience yang dijual oleh Starbucks Cafe dan disukai oleh pelanggan, maka Starbucks dapat memberlakukan harga yang lebih tinggi untuk secangkir kopi namun total volume sales dari Starbucks Corporation tetap saja tinggi.
Starbucks Corporation menyadari bahwa pasar di AS telah mengalami saturasi dan berdampak terjadinya kanibalisme di antara gerai-gerai Starbucks Cafe. Oleh karena itu Starbucks Corporation menyadari bahwa konsep The Starbucks Experience haruslah diekspor keluar AS dan strategi expansi dan diversifikasi usaha mulai diterapkan oleh Starbucks Corporation dengan skala global. Pada tahun 2000 Howard Schultz sebagai owner mengundurkan diri dari posisi CEO of Starbucks Corporation digantikan oleh Orin Smith dan Jim Donald. Diharapkan dengan kepemimpinan dua orang ini, Starbucks Corporation bisa focus dengan strategi diversifikasi dan expansi globalnya. Terbukti sejak tahun 2000, terdapat begitu banyak gerai Starbucks Cafe baru dibuka di seluruh dunia dengan sistem kerja sama operasi dengan perusahaan lokal.
Starbucks menghindari sistem franchising dengan alasan agar tetap dapat menguasai kontrol penuh seluruh gerai Starbucks Cafe di seluruh dunia dan Starbucks Corporation tetap dapat mengontrol pertumbuhan Starbucks Cafe di negara-negara expansi sehingga tidak terjadi saturasi pasar seperti yang terjadi di AS. Pada tahun 2008 tingkat saturasi di pasar AS begitu tinggi sehingga pada 1 Juli 2008 Starbucks Corporation menutup 600 gerai Starbucks Cafe di AS dan pada 29 Juli 2008 Starbucks Corporation juga memberhentikan 1000 karyawannya. Memang bukan merupakan sebuah keputusan yang populis, namun pertumbuhan Starbucks Cafe di AS harus dikurangi untuk menjaga volume sales dan margin tetap tinggi di setiap gerai Starbucks Cafe di AS.
Namun agresivitas Orin Smith dan Jim Donald dalam melakukan expansi dan diversifikasi usaha membuat Starbucks Corporation melupakan karakteristik awal dari Starbucks Cafe, yaitu memberikan experience dalam menikmati kopi di tempat ketiga yang nyaman setelah rumah dan kantor. Oleh karena itu Howard Schultz kembali menjadi CEO Starbucks Corporation dengan mengemban misi mengembalikan karakteristik Starbucks Cafe ke posisi semula dan mengontrol perkembangan Starbucks Cafe di seluruh dunia. Event-event CSR dilakukan dan kampanye cinta lingkungan ditampilkan di gerai-gerai Starbucks Cafe untuk mencuri simpati masyarakat setempat di negara-negara expansi. Dan terbukti ini membuat posisi Starbucks Cafe tetap exist di seluruh dunia.
IV.    Referensi
1.    International Business by Ball, McCulloch, Geringer, Minor and McNett
2.    International Marketing by Cateora, Gilly and Graham
3.    Managerial Economics and Business Strategy by Michael R Baye
4.    Strategic Cost Management by Shank and Govindarajan
5.    The Starbucks Experience by Joseph Michelli
Dikutip dari tulisan karya Dhani Wicaksono H. teman perjuangan :) boleh untuk referensi
Terima kasih atas kunjungan anda, dan semoga bermanfaat buat kita semua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar